Kesenian wayang
semula berpangkal pada pemujaan roh nenek moyang. Semula wayang
diwujudkan sebagai boneka nenek moyang yang dimainkan oleh dalang pada
malam hari. Dengan beralaskan tirai dan tata lampu di belakangnya serta
boneka yang digerak-gerakkan sehingga terlihat bayangan boneka
seolah-olah hidup. Jika dalang kemasukan roh nenek moyang, sang dalang
akan menyuarakan suara nenek moyang yang berisi nasihat-nasihat kepada
anak cucu mereka. Setelah kedatangan hinduisme ke nusantara maka kisah
nenek moyang digantikan kisah Ramayana dan Mahabharata. Bonekanya
kemudian diganti dengan bentuk tokoh dalam cerita Mahabharata. Fungsinya
pun beralih sebagai pertunjukan dan penontonnya melihat dari depan
tirai.
Pada zaman Kediri, muncul kitab Gatotkacasraya yang mulai menampilkan dewa asli Jawa, yakni Punakawan yang berperan agresif dan dinamis dalam membimbing dan mengawal para Pandawa dari ancaman musuhnya, yakni Kurawa (kitab Gatotkacasraya) memuat unsur javanisasi).
Pada waktu senggang, nenek moyang yang
sudah menetap dan hidup bercocok tanam menyalurkan bakat seninya serta
pemujaan setelah panen dengan pertunjukan wayang. Pertunjukan tersebut
untuk memuja Dewi Sri yang telah memberi berkah pertanian. Selain itu,
pertunjukan wayang merupakan tontonan yang di dalamnya terdapat nasihat
yang berharga.
Tak ada bukti yang menunjukkan
wayang telah ada sebelum agama Hindu menyebar di Asia Selatan.
Diperkirakan seni pertunjukan dibawa masuk oleh pedagang India. Namun
demikian, kejeniusan lokal dan kebudayaan yang ada sebelum masuknya
Hindu menyatu dengan perkembangan seni pertunjukan yang masuk memberi
warna tersendiri pada seni pertunjukan di Indonesia.
Sampai saat ini, catatan awal yang bisa didapat tentang pertunjukan
wayang berasal dari Prasasti Balitung di Abad ke 4 yang berbunyi si
Galigi mawayang.
Ketika agama Hindu masuk ke
Indonesia dan menyesuaikan kebudayaan yang sudah ada, seni pertunjukan
ini menjadi media efektif menyebarkan agama Hindu. Pertunjukan wayang menggunakan cerita Ramayana dan Mahabharata.
Demikian juga saat masuknya
Islam, ketika pertunjukan yang menampilkan “Tuhan” atau “Dewa” dalam
wujud manusia dilarang, munculah boneka wayang yang terbuat dari kulit
sapi, dimana saat pertunjukan yang ditonton hanyalah bayangannya saja.
Wayang inilah yang sekarang kita kenal sebagai wayang kulit. Untuk
menyebarkan Islam, berkembang juga wayang Sadat yang memperkenalkan nilai-nilai Islam.
Ketika misionaris Katolik, Pastor Timotheus L. Wignyosubroto, SJ pada tahun 1960 dalam misinya menyebarkan agama Katolik, ia mengembangkan Wayang Wahyu, yang sumber ceritanya berasal dari Alkitab.
sumber:
http://ujungabad.blogspot.com/2012/06/sejarah-kesenian-wayang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar