Indonesia termasuk salah satu negara tempat ditemukannya manusia purba. Asal Usul Manusia Indonesia
Diawali Dengan Penemuan manusia purba di Indonesia dapat dilakukan
berdasarkan fosil-fosil yang telah ditemukan. Fosil adalah tulang
belulang, baik binatang maupun manusia, yang hidup pada zaman purba yang
usianya sekitar ratusan atau ribuan tahun. Adapun untuk mengetahui
bagaimana kehidupan manusia purba pada saat itu, yaitu dengan cara
mempelajari benda-benda peninggalannya yang biasa disebut dengan
artefak.
Manusia purba yang ditemukan di Indonesia
memiliki usia yang sudah tua, hampir sama dengan manusia purba yang
ditemukan di negara-negara lainnya di dunia. Bahkan Indonesia dapat
dikatakan mewakili penemuan manusia purba di daratan Asia. Daerah
penemuan manusia purba di Indonesia tersebar di beberapa tempat,
khususnya di Jawa. Penemuan fosil manusia purba di Indonesia terdapat
pada lapisan pleistosen. Salah satu jenis manusia purba yang ditemukan
di Indonesia hampir memiliki kesamaan dengan yang ditemukan di Peking
Cina, yaitu jenis Pithecanthropus Erectus.
Penelitian tentang manusia purba di
Indonesia telah lama dilakukan. Sekitar abad ke-19 para sarjana dari
luar meneliti manusia purba di Indonesia. Sarjana pertama yang meneliti
manusia purba di Indonesia ialah Eugene Dubois seorang dokter dari
Belanda. Dia pertama kali mengadakan penelitian di gua-gua di Sumatera Barat.
Dalam penyelidikan ini, ia tidak menemukan kerangka manusia. Kemudian
dia mengalihkan penelitiannya di Pulau Jawa. Pada tahun 1890, E. Dubois
menemukan fosil yang ia beri nama Pithecanthropus Erectus di dekat
Trinil, sebuah desa di Pinggir Bengawan Solo, tak jauh dari Ngawi
(Madiun).
Untuk membedakan apakah fosil
itu, fosil manusia atau kera, E.Dubois memperkirakan isi atau volume
otaknya. Volume otak dari fosil yang ditemukan itu, diperkirakan 900 cc.
Manusia biasa memiliki volume otak lebih dari 1000 cc, sedangkan jenis
kera yang tertinggi hanya 600 cc. Jadi, fosil yang ditemukan di Trinil
merupakan makhluk di antara manusia dan kera. Bentuk fisik dari makhluk
itu ada yang sebagian menyerupai kera, dan ada yang menyerupai manusia.
Oleh karena bentuk yang demikian, maka E. Dubois memberi nama
Pithecanthropus Erectus artinya manusia-kera yang berjalan tegak (
pithekos = kera, anthropus = manusia, erectus = berjalan tegak). Jika
makhluk ini kera, tentu lebih tinggi tingkatnya dari jenis kera, dan
jika makhluk ini manusia harus diakui bahwa tingkatnya lebih rendah dari
manusia (Homo Sapiens).
Perhatikanlah tiga landasan teori yang dikemukakan oleh Dubois.
Pertama, seperti halnya dengan
Darwin, Dubois percaya bahwa evolusi manusia berasal dari daerah
tropika. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya rambut pada tubuh manusia
purba yang hanya dapat ditoleransi di daerah tropika yang hangat.
Kedua , Dubois mencatat bahwa
dalam dunia binatang, pada umumnya mereka tinggal di daerah geografi
yang sama dengan asal nenek moyangnya. Dari segi biologi, binatang yang
paling mirip dengan manusia ialah kera besar. Sehingga nenek moyang kera
besar diduga mempunyai hubungan kekerabatan (kinship) yang dekat
dengan manusia. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871)
mengatakan, manusia lebih dekat dengan kera besar di Afrika seperti
gorila dan simpanse. Dalam hal ini Dubois berbeda dengan Darwin, ia
percaya bahwa Asia Tenggara merupakan asal-usul manusia karena di sana
ada orangutan dan siamang. Menurut Dubois, juga didukung oleh beberapa
ahli seperti Wallace dan Lyell, orangutan dan siamang lebih dekat
hubungannya dengan manusia dibanding gorila dan simpanse.
ketiga , Dubois mengikuti
perkembangan penemuan fosil rahang atas dari sejenis kera seperti
manusia yang ditemukan di Bukit Siwalik, India pada tahun 1878. Kalau di
India ditemukan fosil semacam itu, maka terbuka kemungkinan penemuan
fosil selanjutnya di Jawa
sumber:
http://ujungabad.blogspot.com/2012/06/asal-usul-manusia-indonesia-teori.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar